Who would've thought that a simple passion could spark joy in others?
At the time, I was going through a rough patch—mentally and emotionally. Getting into matcha became one of the small distractions that kept my mind afloat, something to hold on to and stay positive. I never imagined that what started as a quiet and personal hobby would one day lead me to host a private matcha café session at the office. Honestly, that was beyond anything I ever pictured for myself.
This wouldn't happen, though, without a spontaneous idea from one of my dear friend, Mbak S. It started with a comment of my matcha making content. I thought she was just joking, but then she texted me and asked, "So when will we do that?" I was surprised, how could I do that? Could I do that? Who would be our....
Sebentar. Kenapa tiba-tiba ngomong full English.
Anyway, tulisan ini dibuat pertama kali sejak Mei dan baru diteruskan kembali di bulan Juni. Sekarang kami bahkan memiliki nama untuk komunitas kecil ini: Matcha Mate.
Per bulan Juni ini, kami sudah mengadakan acara bulanan ini sebanyak empat kali. Melihat antusiasme teman-teman yang terus bertumbuh, acara ini sepertinya akan terus berlanjut sampai waktu yang tidak ditentukan. Dan rasanya, sebulan sekali adalah ritme yang paling pas. Di penghujung bulan, di tengah periode freeze, di saat:
- Teman-teman lebih luang dan leluasa. Tidak ada project yang harus dikejar-kejar.
- Acara selalu jatuh di hari Jumat, jam istirahat dan makan siang—momen yang lebih longgar.
- Jumat berkah. Kadang ada yang membawa kudapan kecil, roti, atau snack untuk berbagi.
- Menghormati semangat konsumsi matcha secara tradisional, yang biasa disajikan dalam momen selebrasi tertentu—bukan untuk setiap hari, tapi untuk waktu yang berarti.
What started out as enam orang saja, sekarang kami sudah memiliki WhatsApp Group berisi 26 orang. Tiap sesi, pesertanya pun selalu bertambah dan mendapat respon yang sangat positif. I can't help to smile and blush thinking about this.
Kamu mungkin bertanya-tanya, apa itu Matcha Mate?
Matcha Mate adalah mini matcha party—kadang terasa seperti matcha session, sesi potluck, atau bahkan kelas kecil. Konsepnya santai dan sederhana: teman-teman hanya perlu membayar untuk patungan matcha, lalu kita akan bikin latte bersama. Teman-teman bisa request latte, usucha/matcharicano, atau bahkan koicha/thick matcha (jika matcha yang digunakan kebetulan adalah high grade) sesuai selera dan preferensi. Aku sendiri akan bertindak sebagai matcharista.
Karena aku termasuk dalam klub anti-ribet, maka untuk susu dan gelas akan dibawa oleh teman-teman peserta sesi masing-masing. Aku menyerahkan kebebasan pada teman-teman untuk membawa susu pilihan. Meskipun begitu aku tetap menyarankan bahwa baiknya, susu yang digunakan adalah:
- Susu plain non-dairy. Bisa susu oat atau berbagai macam susu kacang lainnya.
- Jika susu yang digunakan adalah dairy milk, aku lebih menyarankan untuk menggunakan fresh milk. Bukan UHT ataupun full cream.
Kamu mungkin bertanya mengapa begitu?
Karena rasa susu bisa menutupi rasa asli matcha. Akan sangat disayangkan apabila matcha yang kita konsumsi dan kita beli dengan harga mahal, harus tertutupi rasa dan pengalamannya karena susu.
Fakta menarik: susu sapi adalah yang paling menutup rasa matcha. Susu kedelai menyusul di urutan kedua, walaupun masih lebih ringan dibanding dairy milk.
Bagaimana dengan kandungan gizinya? Kabar baiknya adalah: kandungan matcha tidak akan hilang walau dikonsumsi bersama susu—baik dairy maupun non-dairy. Learn more about milk impact to matcha here.
Pengelompokan susu ini juga mempertimbangkan teman-teman yang memiliki intoleransi laktosa. Aku sendiri baru menyadari bahwa aku mengalaminya sekitar dua tahun lalu, di akhir Desember 2022 ketika bertandang ke cafe khusus cokelat, but we'll save the story for other time.
Kamu tahu tidak kalau satu penyebab umum intoleransi laktosa pada orang dewasa adalah karena tubuh kita mulai jarang—atau bahkan berhenti—mengonsumsi produk dairy. Akibatnya, produksi enzim laktase pun menurun. Tubuh jadi kesulitan mencerna laktosa, yang bisa memicu keluhan seperti sakit perut, begah, atau jerawat setelah mengonsumsi produk susu dalam jumlah banyak. Populasi Asia Timur dan Asia Tenggara juga secara genetik banyak memiliki intoleransi laktosa.
Kembali lagi ke pembahasan Matcha Mate. Di acara kami ini, we allow ourselves to be free in creation. Untuk membuatnya semakin menarik—semacam gimmick kecil yang menambah antusiasme peserta—aku ingat, di sesi kedua, aku membawakan homemade burnt basque cheesecake.
Benar-benar rasanya seperti pura-pura memiliki hidden café di kantor sendiri.
Kemudian di sesi ketiga, salah satu teman membawa biskuit, sementara aku menyiapkan topping spesial: malt silky cream + corn flakes—menu yang terinspirasi dari salah satu hidangan di Hakuji Tearoom.
Di sesi keempat bulan Juni ini, kami membawakan strawberry jam Tropicana (zero sugar). Kami benar-benar ingin menyuguhkan pengalaman matcha yang sedekat mungkin dengan akar tradisinya di Jepang—yang tidak menambahkan gula dalam penyajiannya. Karena itu, pemanis pun aku pisahkan dalam botol kecil agar bisa digunakan sesuai selera masing-masing.
Aku juga membagikan resep populer di kalangan matcha enthusiast—menggunakan air kelapa dan susu Yakult. Resep ini ternyata cukup disukai dan mengejutkan bagi sebagian orang: siapa sangka matcha bisa cocok dengan air kelapa dan Yakult.
Untuk Matcha Mate sesi bulan Juli, kami berpikir untuk menyiapkan menu spesial menggunakan infused water earl grey. Sebenarnya, versi original dari resep ini berbentuk sirup. Tapi karena beberapa teman (termasuk aku) lebih memilih no sugar, maka infused water earl grey dan sirup akan disajikan secara terpisah.
Selain itu, kami juga berusaha menghadirkan lini matcha yang berbeda-beda di tiap sesi, agar bisa mengeksplorasi lebih luas rasa dan aroma dari tiap matcha.
- Sesi pertama dan kedua: Matchamu Kamui
- Sesi ketiga: Niko Neko Ajisai 2.0
- Sesi keempat: Matcha Masta + Collagen
- Sesi kelima (Juli): Ippodo Tea – Ikuyo no Mukashi.
Bagaimana? Konsep acara ini cukup menarik, bukan?
I’m so blown away by the creativity blooming around the matcha world.
Mulai dari mereka yang mendadak jadi home matcharista, menyuguhkan kualitas yang bisa menyaingi kafe-kafe besar, sampai mereka yang membuka homecafe kecil dengan fokus pada menu khusus matcha. Matcha workshop juga bermunculan. Acara menghias mangkok matcha dari gerabah sambil menyesap matcha pun hadir. Dan siapa sangka, acara seperti pretend-to-have-a-café di kantor bisa benar-benar terlaksana.
Nah, untuk sekarang, kiranya cerita tentang Matcha Mate cukup sampai di sini dulu. Terima kasih sudah membaca sejauh ini. Semoga cerita kecil ini bisa menghangatkan hatimu, seperti halnya matcha yang menghangatkan cangkir dan percakapan kami. Sampai jumpa di cerita berikutnya, dan semoga kita bisa bertemu di sesi Matcha Mate selanjutnya.
Comments
Post a Comment