![]() |
Sumber: Unsplash |
Hi! Wow, April and May was so packed. I was juggling here and there, but here we are now in June season.
My apologies, postingan untuk April Reads harus mundur sampai bulan Juni hihi.
Di awal bulan April kemarin, entahlah, tiba-tiba aku merasa keinginan untuk membaca novel romansa, tidak peduli kalau itu hanyalah halusinasi belaka. Secara impulsif aku langsung membeli beberapa buku romansa di Play Store dan melahap semuanya.
Selain itu most anticipated book dari Suzanne Collins akhirnya rilis! Ya ampun aku sudah menunggu buku ini dari tahun lalu. Begitu rilis, aku langsung baca dengan kecepatan cahaya. Haha.
Bulan April total bacaan yang kuselesaikan adalah tujuh buku. Masih normal dan wajar yah. Cukup Terbantu dengan libur lebaran, jadi bisa baca lebih banyak buku dengan lebih leluasa.
3. Queen Charlotte oleh Julia Quinn 4/5 ⭐
4. The Spanish Love Deception oleh Elena Armas 4,5/5 ⭐
5. The Cheating Husband oleh James Caine 3/5 ⭐
6. Seporsi Mie Ayam Sebelum Mati oleh Brian Khrisna 4/5 ⭐
7. Secrets of Adulthood: Simple Truths for Our Complex Lives oleh Gretchen Rubin 3/5 ⭐
Buku terbaik jatuh ke... yah, ketebak ya dari bintang yang kuberikan.
Fokus novel ini adalah tentang Haymitch Abernathy—bagaimana dia terpilih, membentuk aliansi, hingga menjadi pemenang Hunger Games ke-50. Tapi bukan hanya soal strategi dan kemenangan. Yang justru paling membekas adalah kisah pilu di baliknya.
Saat membaca, aku jadi teringat dengan satu adegan di film The Hunger Games pertama: Haymitch yang berdiri di tengah pesta Capitol, memandangi sebuah keluarga kecil bahagia dengan ekspresi sedih dan penuh luka. Oh, poor Haymitch. Saat itu aku menghiraukan scene itu. Namun setelah membaca buku ini, rasanya hatiku ikut teriris.
Buku yang berjudul Sunrise on the Reaping ditulis sebagai prekuel kedua dari The Hunger Games series. Dibandingkan prekuel sebelumnya, The Ballad of Songbirds and Snakes, yang berfokus pada sosok muda Coriolanus Snow, aku jauh lebih menikmati yang ini. Atmosfernya membuat nostalgia dengan trilogi The Hunger Games yang pertama.
Cara Capitol memainkan permainan pun tak kalah sadis dan sudah cukup sophisticated meski masih lima puluh tahun sebelum cerita Katniss dimulai.
Dan seperti biasa, aku suka gaya narasi Suzanne. Ia punya cara yang sangat hidup dalam membangun latar dan atmosfer. Sebagai pembaca, aku bisa membayangkan tempat-tempatnya dengan jelas—semuanya terasa vivid di benakku. Sesekali, ia juga menyisipkan lirik lagu dan gaya puitis yang saling terkait dengan semesta Hunger Games.
Buku kedua terbaik tahun ini jatuh ke novel romansa ini!
Ya ampun, aku suka banget dengan Aaron yang dingin. Kalau pakai istilah Jepang, Aaron ini tsundere banget. Sementara si Catalina? Duh, benar-benar nggak ngeh kalau Aaron dari awal sudah naksir dia!
Cerita mereka berlatar office romance, dan dinamikanya lucu sekaligus bikin geregetan.
Buku ini cukup tebal dan ditulis dengan sudut pandang orang pertama. Memang, gaya narasinya cenderung wordy dan kadang bertele-tele dalam menjelaskan satu adegan—tapi tetap seru dan bikin betah ngikutin. Bagian awal terasa agak lambat, tapi makin ke tengah dan akhir, ceritanya makin menanjak dan bikin gemas!
Hal lain yang aku suka dari buku ini: ada pesan soal healing dan moving on. Tentang bagaimana berdamai dengan hubungan masa lalu yang sudah berlangsung lama tapi ternyata menyakitkan. Tentang belajar merelakan, sembuh, dan memaafkan diri sendiri.
Pesannya sederhana tapi kena banget:
- Jangan terlalu keras pada diri sendiri.
- Kita juga perlu dipukpuk.
- Kita cukup. Dan masa lalu yang gagal tidak mendefinisikan harga diri kita.
Begitulah rangkuman bacaan di bulan April ini. Meskipun jumlah bukunya tidak sebanyak bulan-bulan sebelumnya, tapi kualitas cerita dan pengalaman membaca di bulan ini benar-benar berkesan—dari nostalgia Hunger Games, hingga gemasnya office romance Aaron dan Catalina.
Sampai jumpa di May Reads.
Comments
Post a Comment