BAHAYA PEMBELIAN ILEGAL MELALUI THIRD PARTY (NETFLIX, SPOTIFY, DAN LAIN-LAIN)

by - October 01, 2021

Sumber: Foto pribadi

Hai! Apa kabar? Sudah lama sekali sejak postingan terakhirku, ya.

Di kesempatan kali ini aku mau share pengalamanku terkait pembelian langganan Netflix dari pihak ketiga secara illegal. Dengar-dengar sekarang Netflix sudah menambahkan metode pembayarannya menggunakan Gopay dan Dana, ya?

Sekarang gak ada lagi alasan untuk mengelak pembayaran susah karena gak ada kartu kredit, terus bikin kamu pergi ke e-commerce  dan membeli melalui pihak ketiga. Seharusnya, sih. Kalau kamu sadar sama efek jangka panjangnya. Udah tahu, belum?

Mungkin ada yang sudah tahu tapi belum cukup aware. Nah, aku mau bagi sepenggal pengalaman yang mengajarkanku akan kesadaran hidup di dunia virtual.

Percayalah, dulu aku juga sama seperti kamu yang beli lewat e-commerce. Waktu aku masih kuliah, penjualan ilegal ini juga marak di akun Line. Gak hanya Netflix, tapi penjualan aplikasi berbayar lainnya, seperti VSCO premium, Line Premium, stiker Line murah, Lightroom premium, dan lain-lain yang dibandrol dengan harga kelewat murah. Murah bagi kita tapi bagi mereka yang menjalankan transaksi ilegal ini mendulang untung besar-besaran.

Aku akui bagi anak sekolahan dan kuliah berlanggan Netflix maupun membeli secara ilegal aplikasi berbayar dengan harga murah dari pihak ketiga merupakan cara instan dan terjangkau. Uang saku kita masih pas-pasan. Aku gak punya nasihat yang berarti selain berupayalah terus beli secara legal, entah patungan, menabung, berlangganan paket mobile, atau apa pun, coba berpikir kritis dan jauh ke depan terkait dampak dan efek samping. Lagi pula, ada kepuasan sendiri kalau beli secara legal, lho.

Oke balik lagi ke pengalamanku dalam membeli langganan bulanan Netflix secara ilegal melalui salah satu e-commerce. Tentu aja saat itu aku gak pernah terpikirkan efek sampingnya sampai suatu hari, setahun kemudian aku kena batunya. Lumayan lama, ya, tapi ini jadi pelajaran banget buat aku.

Peraturan pembelian Netflix saat itu adalah menggunakan email yang berasal dari pembeli dan email itu harus diganti tiap bulan. Email gak boleh diganti-ganti setelah digunakan (kalau gak salah). Yang pasti email dari pembeli masing-masing. Oke, kan, tuh, deal. Aku berikanlah email pribadiku. Semua berjalan lancar, gak ada kendala apa-apa. Aku bisa beli dengan harga murah, kalau gak salah 20000 IDR aja, sedangkan penjual untung besar-besaran dengan transaksi berkali lipat dari pembeli-pembeli lainnya. Ini terjadi sekitar tahun 2018 awal. Bulan selanjutnya aku menyerahkan email pribadiku lainnya. Lagi-lagi gak ada masalah yang terjadi, aku masih bisa menikmati tontonan di empat layar berbeda. 

Kemudian aku gak pernah lagi berlangganan Netflix lagi hingga setahun lebih telah berlalu. Aku baru tahu kalau saat itu sudah ada istilah On Hold dari Netflix. Aku perlu cari tahu dahulu apa itu On Hold karena selama itu aku gak pernah update dengan perkembangan Netflix. Sepertinya Netflix sudah mengendus kecurangan dalam transaksi berlangganan sehingga sistem langsung bisa membekukan akun ketika mendeteksi penyalahgunaan tersebut. 

Namun lagi-lagi karena saat itu aku belum berpenghasilan secara mandiri, aku masih beli di e-commerce dengan harga yang lebih tinggi dari sebelumnya namun dengan jaminan tidak akan terkena On Hold. Rupanya itu hanya bualan. Toko tersebut gak pernah benar-benar bebas. Seminggu pakai akunku tak luput dari serangan On Hold alias dibekukan. Aku komplain tapi penjual merespon dengan sangat lambat...atau kayaknya gak merespon sama sekali, deh. Benar-benar mengesalkan. 

Itulah terakhir kalinya aku membeli secara ilegal. Aku benci dengan pengalaman yang aku rasakan karena aku melakukannya dengan penuh kesadaranku. Itulah yang kudapatkan kalau aku gak membelinya secara resmi. Mulai paham, kan, di mana kepuasan kalau beli secara resmi? Kepastian. Kenyamanan. Jaminan 100% full service. Kalaupun mau komplain karena akun kita dibekukan namun kita yakin telah  membayar secara resmi, kita telah mengantongi bukti underlying, bukti pembelian kita, sampai debit rekening kita. Kita bisa menuntut hak kita sepuasnya, mau sambil menghentakkan tanah dengan mata melotot mau keluar atau sampai mengirimkan surat terbuka ke Netflix. Namun kalau kita membeli/membayar dari penjual ecek-ecek, abal-abal, ilegal--yang merampas kekayaan asli Netflix, kita bisa apa? Gak bisa apa-apa. Ujung-ujungnya, ya, salah diri sendiri karena kalau kita sadar betul, kita gak akan melakukannya. Kita gak akan membeli secara ilegal. 

Seolah ada yang mendengar kesialanku dan menjawab kebutuhanku, aku ditawari kartu kredit di hari pertama kerja. Hahaha. Setelah itu, aku juga mendengar kabar Netflix merilis versi mobile mereka yang hanya 49000 IDR saat itu. Gak pakai mikir, aku langsung menjajal membeli secara resmi. Itulah pembelian pertama secara resmiku. Aku merasa merdeka. Mungkin kamu mendengar ini lebay, tapi itu momen yang berharga sekali buatku. Aku puas dan senang bisa menikmati layanan Netflix secara legal. Secara resmi. Kukecup selamat tinggal kepada diriku di masa lalu  penjual-penjual ilegal gak berkah. Percayalah, ketika kamu melakukan pembelian secara resmi, kamu akan paham rasanya. 

Ini juga gak lepas dari kata-kata mindful yang kudapat dari temanku sesama asisten praktikum dulu bernama N. N suka banget menggambar. Dia punya alat menggambar dari merk W. Dia juga menggunakan aplikasi A untuk membuat, mengedit, dan menunjang gambarannya. Selama masih menjadi mahasiswa, N mengakui kalau dia masih menggunakan aplikasi bajakan hasil crack sana-sini, tapi N berjanji begitu dia mampu menjangkaunya, dia akan membayar/membeli aplikasi itu secara resmi. N berpikir jauh. N berpikir, "Kita belajar di jurusan yang akrab dengan dunia pemrograman. Kita tahu sendiri betapa susahnya membuat program. Maka dari itu kita harus menghargai pembuatnya. Sama-sama saling tahu dan memahami lah." Opini N saat itu langsung memberikan pencerahan dalam diriku. Sejak saat itu aku selalu mengingat perkataan N. 

Sebulan berselang sejak pengalaman pembelian resmi perdanaku, aku mendapati selain namaku, ada nama lain di akun Netflix milikku. Sampai sekarang aku masih ingat nama itu. Itu adalah nama yang hanya digunakan di Indonesia. Aku tahu karena aku sering menemukannya di media sosial saat berselancar di dunia maya. Nama itu berbunyi, "asdfghjkl." 

Otakku langsung menyusun mind map. Aku segera tahu kalau ini buah dari pembelian ilegal Netflix pertamaku dulu. Aku geram. Aku merasa gak sudi ruanganku digunakan orang lain tanpa sepengetahuanku. Akun Netflix ini sudah seperti ruangan pribadiku sendiri. Ruangan pribadiku yang kubeli secara legal. Aku tahu akunku sudah diretas. Maka dari itu aku langsung pergi ke pengaturan akun dan mencoba mengubah password. Sialnya gak berhasil. Aku mencoba berkali-kali dan memastikan dengan mata melotot hanya beberapa cm dari layar kalau karakter password sudah benar namun tetap aja password gagal diperbarui. Ini berarti password sudah diganti oleh asdfgjkl. Aku makin marah. Berani-beraninya mengusik ruangan pribadiku. Gak akan aku biarkan. Aku bisa menjadi benar-benar posesif dengan barang milikku pribadi apalagi ini adalah sesuatu yang kubeli dengan uangku secara resmi. Gak ada yang berhak ikutan pakai tanpa seizinku. Aku akan merebut kembali apa yang seharusnya menjadi milikku. Rasanya seperti sedang berada di pertarungan yang sengit aja. Pertarungan virtual. Hahahaha. 

Oke, sampai sini mungkin kamu menganggap aku lebay, tapi begitulah yang terjadi. Yah, bayangin aja ada yang diam-diam meretas ponsel kamu dan mengobrak-abrik file kamu bahkan mencuri data-data penting kamu. Apa kamu akan senang mengetahuinya? Gak, kan? Yah, sama. 

Aku lantas teringat kalau dalam peraturan pembelian ilegal, pembeli dilarang mengganti email. Aku langsung menyadari kelemahan pembelian ini dan bagaimana bisnis ini berjalan. Kalau gak carding, ya, pencurian identitas. Aku otomatis membayangkan emailku ada dalam daftar dunia bisnis sesat ilegal ini, digilir ke mana-mana sampai suatu waktu dipilih dan dijual ke pembeli. Lamat-lamat aku juga teringat, di pembelian ilegal terakhirku, peraturan terkait email telah berubah, yakni, email disediakan langsung oleh penjual.

Suatu hari aku pernah berselancar dan menemukan artikel yang membahas wawancara dengan penjual akun Netflix nakal. Persis seperti dugaanku. Cari aja dan kamu akan menemukan betapa besarnya keuntungan yang mereka raup. Berikut adalah sekelumit artikel-artikel yang sempat kutemukan terkait cara kerja penjualan Netflix secara ilegal:

Seketika itu juga aku langsung mengganti alamat emailku. Sebelum itu, aku sempat mendepak si asdfghjkl dengan tenaga dalam yang kuat. Sayangnya aksi depak ini dilakukan oleh jariku yang mengetuk beberapa tombol di layar. Kurang dramatis. Kalau ini dilakukan di dunia nyata, mungkin aku akan mengeroyok dan mendampratnya.

Pada akhirnya drama itu selesai. Aku belajar banyak. Lalu sebisa mungkin aku mengedukasi teman-teman sekitarku untuk menghindari pembelian ilegal ini. Kejadian itu telah berlalu 2 tahun lalu. Sekitar akhir 2019. 

Lebih lanjut, kamu harus berhati-hati dengan aplikasi modifikasi yang beredar luas dan gratis di internet. Apakah kamu pernah berpikir kemungkinan ditanamkan malware atau spyware di dalam aplikasi modifikasi tersebut? Pembuatnya aja bisa memodifikasi aplikasi berbayar jadi gratis, apalagi menyusupi virus atau aplikasi tersembunyi lainnya yang diam-diam merekam aktivitasmu, menyimpan username dan password aplikasimu, menyalakan kameramu diam-diam dan merekammu! Horror banget, kan?

Maka dari itu kita harus senantiasa berhati-hati dalam melangkah di dunia virtual dan maya ini. 

Yah, kiranya segini dulu cuap-cuapku hari ini. Semoga kamu mendapat pencerahan atau sudut pandang lain yang belum pernah terpikirikan sebelumnya.

Salam virtual. 🙋🏽‍♀️

You May Also Like

0 comments