Balada Bonusan

by - March 02, 2021

Sumber: Photocrowd


Bulan Februari menjadi bulan yang ditunggu-tunggu oleh banyak orang. Rasanya hanya segelintir orang yang mungkin tidak berharap, tidak cemas, dan tidak menghitung waktu dengan jantung berdebar-debar di bulan ini.

Oke, mungkin ini jadi terdengar lebay. Tapi aku mengamati sendiri dari wall of wish yang tertulis di grupku, setidaknya ada delapan orang yang berharap dan tak sabar menanti bonus tahun 2020. Secara tradisi, bonus tahunan selalu diberikan di bulan Februari. Aku pun sempat membaca salah satu artikel yang dituturkan langsung oleh Pak Tiko yang sempat menjabat menjadi dirut (sekarang wakil menteri BUMN) terkait para pegawai yang tiba-tiba banyak berkomentar di akun Instagram beliau menanti bonus tahunan turun pada bulan Februari. Jadi, bisa dikatakan hal ini sudah bukan hal yang asing lagi.

Membicarakan bonusan bagi beberapa orang mungkin akan terdengar tabu. Tapi lagi-lagi, aku sudah melalang buana sampai ke forum Kaskus dan menemukan tea spilled dari beberapa akun yang membeberkan berapa maksimal bonusan yang bisa diterima pegawai berikut benefit-benefit lainnya.

Jadi, sebelum menulis ini, aku sudah memastikan yang kutulis masih dalam batas wajar dan aman. 

Sebelum berbicara soal bonusan lebih lanjut, aku ingin memulainya dengan fenomena yang telah menghinggapi jagat bumi setahun belakangan ini. Kita semua tahu, tahun 2020 dunia digegerkan oleh Corona. Perekonomian dunia terdampak. Banyak usaha yang gulung tikar. Rakyat kecil menjerit. Terjadi perpecahan pendapat antara kelompok orang yang meminta agar pemerintah memberlakukan lockdown kembali dan kelompok orang yang mendukung upaya pemerintah agar tidak melakukan lockdown

Aku pernah membaca sebuah thread  di Twitter yang menjelaskan pendapat yang dikemukakan seseorang tentang kebijakan lockdown. Dia sederhananya berkata bahwa orang-orang yang meminta agar lockdown bisa diberlakukan pasti bukan rakyat kecil yang setiap harinya berpikir keras bagaimana agar bisa tetap hidup. Thread yang dia jelaskan panjang dan lengkap. Menurutku pendapat itu tidak salah. Mau lockdown juga tidak salah. 

Karena begini, aku mencoba berpikir bagaimana kalau aku adalah presiden yang sedang meninjau hasil PSBB dari akhir Maret sampai Mei, menerima semua opini masyarakat, dan melihat dampak-dampak yang terpampang jelas. Menurutku, pemerintah memberlakukan kebijakan sekarang ini tidak asal-asalan. Susah, lho, menentukan kebijakan lockdown atau tidak.

Kalian sadar tidak kalau efek lockdown, Corona, ekonomi ini, memiliki efek domino yang kalau satu kartu dirobohkan, perlahan-lahan semua kartu juga akan roboh. Efek PSBB yang kita terapkan kemarin memang bagus sekali menekan penyebaran virus, sayangnya perilaku jaga protokol kesehatan ini memudar seiring berjalannya waktu. PSBB yang diterapkan berbulan-bulan, memukul tengkuk dan mencekik leher rakyat kecil, membuat mereka berkorban banyak rasanya sia-sia waktu korban terinfeksi makin hari makin tinggi angkanya. 

Jadi, menurutku, andaikata lockdown diberlakukan lagi, tapi begitu berakhir kita masih tidak bisa menjaga prokes, sama saja bohong semua usaha yang kita lakukan.

Balik lagi, coba berpikir tentang efek domino ini. Aku baca Sri Mulyani menyuntikkan dana triliunan ke bank-bank yang lesu karena kredit macet agar UMKM bisa bangkit perlahan-lahan. Efeknya sedahsyat itu. Sepanjang itu. Efek domino, kalau kataku, ini ke mana-mana. Sooner or later efek ini juga bisa berimbas ke kita-kita yang tidak ikut secara langsung merasakan bagaimana pegawai-pegawai yang di-PHK, usaha yang bangkrut, dan lain-lain. 

Eh, disclaimer, di pos ini aku tidak mau memancing perang mulut, ya, please. Aku simply mencoba berpikir dari berbagai sisi, memahami pemerintah dan segala keputusannya serta memahami rakyat dan segala keluh-kesah mereka. 

Coba kita renungkan bersama posisi kita masing-masing yang merasa masih santai-santai saja dengan posisi dan kerjaan dan merasa tidak terkena efek ini. Ayo kita coba berpikir sedikit lebih dalam, apakah kira-kira tempat kita bekerja akan terus aman dan tidak akan terkena efek apa-apa? Tidak ada yang tahu masa depan akan seperti apa, Corona mau mampir saja, kita tidak diberi teaser, tidak ada aba-aba ataupun pengumuman. Dulu aku merasa tempat aku bekerja pun tidak akan terkena efeknya. Berita juga menyiarkan tempat aku bekerja cenderung stabil. Tapi stabil tidak selalu berarti tidak terdampak. Banyak perusahaan yang profitnya turun. Tapi tak urung, perusahaan-perusahaan lain malah mencatat kenaikan laba. Laba e-Commerce naik berkali lipat dan beberapa saham perusahaan pun juga bahkan ada yang naik 100%. 

Jadi, intinya adalah tidak ada yang tahu prediksi masa depan akan seperti apa. Lebih baik kita terus awas, waspada, terus mengikuti berita terkini, dan bersiap-siap. Bersiap-siap akan, yah, apa pun yang akan datang.

Oke, aku pikir sudah cukup untuk prolognya. 

Berbicara soal bonusan atau bonus tahunan, tidak ada yang memungkiri kalau banyak yang menantikan. Ketika kabar nominal yang akan diterima mulai tidak sesuai ekspektasi lantaran santer beredar kabar turunnya laba perusahaan membuat budget bonusan pun ikut menurun, aku mulai mendengar bisik-bisik kekhawatiran dari berbagai sumber. 

Begitu nominal masuk rekening, bisik-bisik itu makin terdengar lantang. Ada yang senang, ada yang puas, ada yang kecewa, macam-macam rupa ekspresi orang-orang yang kuamati. 

Lalu ada lagi suara dari segelintir orang yang tidak ikut menikmati bonusan. Mereka menelan bulat-bulat harapan dan berusaha menyesakkan pikiran mereka dengan berbagai suara-suara menenangkan lainnya. 

Rezeki orang sudah ada yang mengatur.

...adalah kata yang sering kita dengar. Tapi apa kita sudah benar-benar memaknainya dengan baik? Ada pemikiran sederhana yang pertama kali kudengar dari orangtuaku, yaitu, "Kalau mau dinalar, seringkali rezeki itu tidak pernah masuk akal." 

Kalau mau bersyukur itu jangan lihat ke atas karena tidak akan pernah puas, tidak akan pernah merasa cukup. 

Coba kita lihat ke bawah, atau kita lihat diri kita sendiri. Butuh latihan dan kita perlu menekan tombol pause di otak kita untuk berhenti berpikir dan meributkan kekecewaan akan sesuatu yang tidak sesuai ekspektasi kita ini (misal, dalam hal ini adalah bonusan). Andaikata kita pasrah dan menerima dengan lapang dada berapa pun jumlahnya, kita mungkin tidak akan keburu menelan kekecewaan. Andaikata kita mencoba mensyukuri fisik yang kuat, tidak sakit apa pun, tidak terinfeksi Corona sampai mengharuskan membeli alat saturasi oksigen, termometer, obat-obatan, dan segala kerempongan lainnya, mungkin kita bisa lebih bersyukur betapa semua yang kita sudah miliki sejauh ini sudah sangat lebih dari cukup.

Kadang tak berhenti sampai sini, ada juga segelintir orang penasaran lalu menyeletuk sesuatu yang jelas mereka sadari kemungkinan besar akan menyakiti, tapi tetap saja rasa penasaran itu menggantung. Kita pasti juga pernah dengar pepatah ini:

Terkadang memutuskan untuk tidak mengetahui sesuatu merupakan sebuah langkah untuk mengetahui sesuatu.

...yang menghalau kita untuk sakit hati, makan hati, atau kecewa. Kadang dengan mencoba melawan rasa penasaran akan sesuatu bisa menghindarkan kita dari perasaan-perasaan yang tidak kita inginkan. 

Jadi, inti dari postingan ini adalah agar kita bisa berusaha bersyukur apa pun yang kita dapat. Aku paham ada sebagian orang yang berpikir kalau usaha yang mereka lakukan tidak sebanding dengan yang diterima. Untuk hal ini, aku tidak bisa berkata banyak dan berbuat banyak. Tapi apakah kita akan hidup dalam emosi dan pemikiran negatif itu terus menerus dan menghalangi kita untuk terus maju? Kurasa baiknya kita jadikan itu sebagai bensin untuk berupaya lebih baik ke depannya. Berpikir negatif dan ngambek tidak melakukan apa pun tidak akan membawa banyak untung baik bagi diri sendiri dan, mungkin saja, bonusan selanjutnya. Solusinya adalah coba kita temukan dan petik sisi lain yang bisa jadi bernilai positif dan menjadikannya sebagai penggerak untuk maju. 😉

Ya, ampun, aku sudah seperti motivator di buku-buku self improvement yang belakangan kubaca saja. Big peace. Aku tidak lebih dan ubahnya rakyat jelata yang juga masih belajar mengontrol emosi, persepsi, dan pikiran. ✌

Salam semangat untuk kita semua. 💪



 






You May Also Like

0 comments