SUKA NOVEL APA?
Waktu SMP kelas 7, salah satu temanku bertanya apakah aku suka novel berat. Dia mencontohkan novel-novel yang tebal seperti novel biografi, novel islami, dan lain-lain yang secara fisik bisa dikatakan juga tebal. Aku bingung menjawabnya gimana saat itu. Aku jawab, "Aku suka novel teenlit." tapi sebenarnya di otakku ada puluhan kata-kata yang ingin tersampaikan tapi aku tidak mengatakannya.
Hal ini malah membuat temanku memberikan respon seolah level membacaku rendah banget. Saat itu aku sudah paham kalau buku-buku yang disebutkan temanku itu bagus-bagus, sarat info, dan pengalaman hidup. Tapi entah mengapa kupikir aku tidak begitu menyukainya. Dan aku tidak menemukan kata-kata yang pas untuk diutarakan. Percakapan itu pun berlalu begitu saja dengan akhiran kesimpan level kesukaan membacaku padanya dan ganjalan di pikiranku.
Belakangan ini aku paham apa yang sebetulnya mengganjal di pikiranku. Aku mendiskusikan ini dengan temanku yang suka baca novel juga. Dia bilang, "Berat novel gak dipandang dari tebal tidaknya si buku tapi bahasa yang digunakan dan kompleksitasnya. Novel yang bagus juga memberikan kita ilmu bagaimana menggunakan majas." yang intinya seperti itu.
Aku menyadari kalau aku lebih suka novel-novel fantasi. Sebagian orang suka sebagian tidak. Yang tidak bisa berkomentar, "Ngapain suka fantasi, tidak akan bosa jadi kenyataan. Hidup kok dalam khayalan." Tapi di situlah serunya menurutku. Di saat kita menghadapi kenyataan yang susah, kadang pelarian ke imajinasi dan khayalan tidak ada salahnya selama masih batas wajar. Bagaimana kalau imajinasi tersebut bisa tertuang dalam bentuk tulisan, puisi, lagu, gambar dan memiliki nilai jual? Tidak rugi-rugi amat, kan?
Kita tidak bisa mentah-mentah menghakimi kesukaan dan selera orang lain hanya karena berbeda tanpa tahu alasan di baliknya. Aku juga belajar dari ini.
Dulu aku sempat memandang kalau orang yang suka cerita romance cuma orang lemah sampai temanku Rio yang biasanya suka baca novel fantasi tanya padaku kira-kira novel romance yang bagus apa. Salah kalau tanya padaku karena rekomendasi novel romance-ku benar-benar zonk. Aku juga bukan penggemar novel romance. Harusnya dia tanya Hilda.
Tapi gara-gara pertanyaannya itu, aku jadi tiba-tiba penasaran sama novel romance. Tiba-tiba ingin membaca saja. Aku ingat pernah membaca novel Prada and Prejudice waktu SMP, pinjam novel Upik, lalu kuputuskan mencari novel itu di Play Store…dan dapat. Aku langsung beli novel itu seharga 9 ribuan saja karena waktu itu lagi ada diskon 90% dalam rangka menyambut hari Imlek. Keren banget. Aku juga beli beberapa novel romance Indonesia karya Karla M. Nashar.
Saat itu aku baru sadar nikmatnya membaca novel romance. Aku baru memahami setelah merasakan. Memang benar kita tidak akan pernah bisa memahami sesuatu dengan benar sampai benar-benar mengalaminya sendiri. Apa yang kurasakan? Percuma kalian tidak akan paham walau aku jelaskan sebelum menemukan dan merasakannya sendiri.
Kemudian beberapa waktu lalu temanku Cicin sangat ingin sekali nonton AAC 2 setiap kali aku ajak nonton film Insidious. Apa bagusnya film yang tidak memberikan adrenalin begitu. Aku jadi penasaran juga sih akhirnya sama film itu. Akhirnya aku download filmnya dan kutonton menjelang hari raya bareng adikku.
Sayangnya aku bukan fans cerita macam itu. Aku suka dengan ilmu yang coba disampaikan tentang islam, tapi satu lelaki diperebutkan oleh banyak cewek? Big no, aku tidak suka sama sekali. Untuk beberapa hal aku tidak mau berbagi. Salah satunya cowok. Aku tidak ikhlas. Tidak bisa ikhlas seperti Aisha. Aku belum mencapai tahap memahami bagaimana Aisha ikhlas padahal hatinya terluka parah.
Tapi bukan di situ intinya aku cerita tentang AAC.
Aku berada di tim yang lebih suka versi novel daripada film. Kecuali Hunger Games. Kalau itu dua-duanya bagus. Filmnya bisa dengan sempurna merefleksikan imajinasiku. Selebihnya aku lebih suka versi novel ke mana-mana. Termasuk AAC ini.
Aku langsung baca novel pertamanya begitu selesai nonton AAC 2. Aku suka sekali penulis melampirkan hadist, ayat, cerita nabi, kewajiban, dan semua hal yang berbau islami di sana. Isinya sarat dengan pengetahuan islami. Dan aku suka. Sangat suka daripada versi film yang memiliki kesan berbeda.
Dan sekarang aku dengan mantap bisa bilang kalau walau novel-novel semacam itu bagus, tapi selera orang berbeda-beda. Sekarang aku sudah menemukan genre kesukaanku. Aku suka genre novel thriller, fantasi, dengan imajinasi tingkat tinggi dan majas maupun diksi yang unik. Semua novel tetap bagus bagaimanapun keadaan mereka. Peminat yang membaca pun beragam, aku belajar bahwa kita tidak perlu mengkubu-kubukan dan menilai minat sebagai capaian level. Ayo kita nikmati saja karya yang ada dan petik pengalaman berharga.
0 comments