RUMAH BALON

by - July 31, 2017



Minggu pagi sebelum terbangun karena sahur aku bermimpi. Mimpi buruk yang sayangnya adalah lucid dream. Sebelum tidur aku sadar aku telah membuat skenario-skenario cerita di otakku yang aneh perihal kejadian yang kualami tepat pada malam minggu. 

Aku dan sekeluargaku pergi ke mall Ramayana karena katanya menjelang akhir puasa aka lebaran, Ramayana selalu mengadakan midnight sale dan diskon besar-besaran. Tak pelak jalanan sekitar Ramayana padat banget waktu kami sampai di sana. Parkiran penuh. Akhirnya kami memarkirkan mobil di Kantor Pos yang jaraknya sekitar seratus meter dari Ramayana.


Begitu aku memasuki pintu Ramayana, masya Allah ramai sekali. Tubuhku terhimpit depan-belakang-kiri-kanan. Semua orang sibuk memilih baju-baju yang disediakan di keranjang tertentu. Di atasnya tertulis diskon 70% + 30%. Hampir semua orang pasti kalap kalau sudah melihat angka sebesar itu. 

Ah, tujuan kami ke Ramayana sebenarnya bukan untuk berbelanja. Kami cuma menerima traktiran es krim yang dijual di Ramayana oleh Icha--adikku--yang lulus dengan nilai NEM bagus.

Dan inilah awal aku mulai bermimpi aneh. Otakku mulai membuat skenario yang tidak-tidak saat aku menaiki eskalator dan memperhatikan kerumunan itu dari atas. Mataku seakan berubah menjadi layar televisi yang menampilkan lautan orang yang sedang sibuk berbelanja di mall lalu dari arah pintu masuk seseorang dengan pakaian compang-camping dan berdarah sedang berjalan terseok-seok memohon bantuan namun tidak ada yang menghiraukan hingga dia mendadak ambruk di tengah kerumunan yang awalnya tidak menganggapnya ada dan dalam waktu sedetik keadaan berbalik menjadi pekikan pendek di sekeliling orang yang tumbang itu.

Diketahui bahwa orang itu jatuh dari kereta yang sedang berjalan. Belakang mall memang terdapat jalur kereta api yang padat. Beberapa pedagang kaki lima yang mengatakannya. Mereka melihat orang itu berjalan dengan gontai seperti kehabisan tenaga. Dia sungguh butuh bantuan tapi para pedagang kaki lima tidak bisa berbuat apa-apa. Mereka sedang sibuk melayani pembeli yang sedang menunggu makan tahap dua sehabis buka puasa. Mereka hanya melirik sekilas saat orang itu berjalan ke arah mall.

Aku langsung tahu keadaan sedang tidak beres dan dengan cepat menduga kalau itu adalah awal mula wabah zombie! Lihatlah. Jelas-jelas orang itu sedang sekarat. Terdapat darah di sekitar wajah dan badannya. Kulitnya berubah kebiruan dan pembuluh darahnya tampak di balik kulitnya yang memucat. Dunia akan segera hancur dalam hintungan menit dari sekarang. Percayalah padaku. Kalian harus percaya padaku.

Sial, aku harus segera mencari tempat perlindungan. Sesaat aku melupakan di mana adikku dan orangtuaku. Entahlah, tiba-tiba aku merasa sendirian di sini. Aku merasa adikku dan orangtuaku tidak pergi ke mall ini. Begitu pun dengan tujuanku berada di sini bukan karena ingin ditraktir es krim oleh adikku. Aku sempat bertanya-tanya mengapa aku bisa berada di sini tapi—hell yeah—tidak ada waktu untuk memikirkan hal remeh temeh seperti itu.

Aku butuh tempat perlindungan. Segera. Aku sudah menonton banyak sekali film tentang zombie dan penasaran bukanlah solusi untuk situasi seperti ini. Aku mungkin orang terkepo sedunia tapi aku sudah sangat yakin bagaimana situasi seperti ini akan berakhir.

Kuedarkan pandanganku ke seluruh penjuru bangunan. Aku butuh tempat yang tidak dituju orang-orang yang sedang sibuk melihat kehebohan di lantai bawah. Aku harus bergerak cepat.

Mataku menangkap pandangan sebuah ceruk yang mengarah ke sebuah lift tak jauh dari tempatku berdiri. Tanpa pikir panjang aku masuk ke dalam lift itu. Aku harus mencari kantor mall yang tersembunyi. Tetanggaku merupakan pegawai yang bekerja di kantor mall ini pernah berkata ada panel rahasia di lift yang menuju ke kantor tersebut. Dia pernah memberi tahuku. Tekan tombol 5-2-2 secara berurutan dan kemudian tombol rahasia akan muncul.

Kumohon jangan bertanya bagaimana aku bisa tiba-tiba diberitahu tentang tombol rahasia itu. Kalian harus ingat cerita ini adalah mimpi yang terkadang berjalan tidak masuk akal.

Tombol lift rahasia tersebut berwarna merah. Begitu aku menekan tombol itu, dinding belakang lift terbuka yang rupanya merupakan sebuah pintu dari sebuah lift kecil rahasia. Lift tersebut tidak besar. Panjangnya sekitar satu meter dan lebarnya hanya untuk satu orang berdiri. Benar-benar lift yang sempit.

Aku merasakan lift rahasia ini berjalan ke atas dan sesungguhnya jantungku berpacu sangat cepat. Aku takut akan menemukan semua manusia telah berubah menjadi zombie ketika lift ini berakhir dan pintunya terbuka. Lantai 3. Sekarang lift sudah berada di lantai 3 dan tidak ada tanda-tanda lift akan berhenti. Aku melihat ada seberkas cahaya dari lantai 3 sebelum akhirnya menghilang lagi.

Lantai 4 dan lift berhenti. Oh, aku tahu. Setelah ini pintu lift pasti akan terbuka. Aku menelan air ludahku dan menarik napas dalam-dalam. Napasku semakin memburu. Aku sudah siap dengan kondisi terkaman zombie di depan mataku. Oke, aku siap mati kalau perlu. Tak apa jika memang itu sudah takdirku.

Namun hening. Hanya keheningan yang kurasakan. Tanpa kusadari aku menutup mataku sejak aku tahu aku sudah akan mencapai lantai 4 dan lift berhenti. Suara lift berdengung sebelum pintu terbuka dan yang kudengar hanyalah keheningan.

Kuberanikan diri membuka mataku dan kudapati sebuah ruang kecil berukuran segiempat kosong. Aku melangkah keluar lift dan menengadah ke atas. Terdapat tingkap di atasnya. Oh, kurasa ini adalah pintu keluarnya. Pelan-pelan kubuka tingkap dan aku mengintip ada beberapa orang sedang sibuk menyiapkan sesuatu. Seorang wanita yang sedang tergesa-gesa berjalan tiba-tiba menghentikan langkahnya dan menoleh ke arahku. Yah, aku tertangkap. Pasti setelah ini aku akan dibuang dan diusir.

Namun dia malah bertanya, "Siapa kamu?" dengan alis berkerut. "Bagaimana kamu bisa tahu tentang lift itu?"

"Eh, aku..." Jawabku terbata-bata. "Aku temannya Pak Widi. Tetangganya. Dia memberi tahuku tentang lift ini."

Dia hanya mengangguk dan kemudian pergi begitu saja. Kuanggap reaksinya sebagai jawaban kalau aku tidak diusir. Lantas kuberanikan diri untuk keluar dan menyadari kalau saat ini aku sedang tidak berada di kantor mall yang dikatakan oleh tetanggaku sama sekali.

Aku melihat beberapa kotak segiempat tertata rapi berderet seperti milikku di ruangan ini dan sebuah jendela kaca berukuran besar di depannya mengitari seluruh isi ruangan ini. Tidak. Ini adalah ruangan kaca dan hanya beberapa meter bagian saja yang tidak berdinding kaca. Aku sempat meniliknya dan itu ternyata adalah kamar mandi. Kemudian di samping kamar mandi terdapat pintu yang terbuka sedikit. Terdapat tangga setelah pintu tersebut dan aku bisa mendengar ada suara keributan di jarak yang agak jauh.

Jangan-jangan itu adalah suara ribut orang-orang itu!

Kuberanikan berjalan menuju pintu tersebut dan menapaki tangga ke bawah. Terdapat pintu lagi di ujung tangga. Pintu itu terbuka sedikit. Aku bisa melihat orang-orang berkumpul agak jauh dari pintu.

Ya ampun ternyata tanpa harus melewati lift rahasia, siapapun sebenarnya bisa mencapai ruang kantor tersebut. Hei, tapi ruangan tadi tidak terlihat seperti kantor sama sekali. Ruangan itu terlihat seperti ruangan yang telah dirancang untuk situasi yang mendadak dan fatal.

Aku sudah mencapai pintu bawah. Kubuka pintu itu lebih lebar dan menutupnya lagi. Tampak orang-orang sedang mengerumuni balkon mall sambil menonton kejadian yang sedang terjadi di lantai bawah. Dan aku sangat tahu kejadian apa itu.

Dan walaupun aku sudah tahu kejadian apa itu, aku tetap mendatangi balkon mall dan menjulurkan kepalaku ke bawah. Deg-deg-deg. Rasanya aku sempat berhenti bernapas. Oh, ya ampun. Dugaanku tepat. Mengenai sasaran seratus persen!

Ini adalah wabah zombie.

Bersambung.

Bagian kedua bisa dibaca di sini.

****

I'm sorry to say kalau cerita ini harus bersambung. Ketika aku menulis ini, aku tidak menyangka kalau ceritanya ternyata bakal sepanjang ini. Dan berhubung aku tidak ingin membuat kalian membaca terlalu lama (di samping ingin membuat lebih penasaran), aku harus memotong cerita ini menjadi dua postingan. 

Mimpi tentang zombie, ya. Sebenarnya aku sudah tiga kali bermimpi tentang zombie. Cerita ini adalah mimpi kedua. Mimpi pertama aku dapat beberapa tahun yang lalu dan walaupun ketiga mimpi tentang zombie ini adalah tipe lucid dream yang pada dasarnya aku bisa mengingat jelas setiap adegan di mimpiku, aku sudah agak lupa mimpi pertamaku tentang zombie karena itu sudah sangat lama. Tidak lupa sepenuhnya hanya saja aku takut aku tidak bisa menggambarkannya dengan jelas dan alih-alih membuat cerita rekayasa yang berbeda dari mimpi.

Mimpi ketiga tentang zombie baru saja terjadi beberapa minggu lalu. Aku tidak mencatat kapan itu terjadi tapi aku masih ingat mimpinya. Beberapa adegan terjadi begitu saja dengan cepat seperti memang dari awal sudah begitu. Aku belum yakin akan menuliskannya atau tidak karena sejauh ini yang paling berkesan adalah mimpi kedua karena mimpi ini berbau sci-fi! Genre cerita yang aku suka. 

Mimpi paling menakutkan adalah mimpi pertama. Mimpi pertama penuh dengan kejar-kejaran. Mimpi ketiga penuh dengan persembunyian. Mimpi kedua, kalian bisa menilai sendiri bagaimana cerita ini berjalan. 

Terlepas dari itu semua, aku harap kalian suka seperti aku menyukai mimpi ini hingga aku mau menuliskannya, mengingat-ingat lagi setiap detail dan bagaimana perasaanku ketika aku menghadapi situasi di mimpi tersebut. Aku menulis cerita mimpi ini sejak bulan puasa tanggal 17 Juni 2017 setelah bangun tidur dan setiap aku ingin tidur dan mengingat mimpi ini, jantungku masih saja berdebar-debar luar biasa hebat. 

Aku memang berlebihan. Aku selalu berlebihan kalau itu tentang zombie. Topik tentang zombie selalu membuatku merinding namun memacu adrenalinku di saat yang bersamaan. Aku selalu membayangkan bagaimana jika suatu hari wabah zombie benar-benar ada. Di manakah kita akan bersembunyi? Di dalam rumah? Apakah zombie bisa menembus pagar rumah kita? Apakah zombie bisa merobohkan pertahanan yang kita buat? Apa zombie bisa memanjat pagar kalau mereka tidak bisa merobohkan pagar? Apa mereka bisa berlari cepat? Apa mereka bisa mengejar kita? Seberapa lama kita akan aman di persembunyian? Seberapa lama sampai akhirnya mereka mengetahui keberadaan kita? Butuh berapa lama sampai jumlah zombie menjadi lebih banyak daripada manusia?

Yah, itu adalah pertanyaan-pertanyaan paranoidku tentang zombie. Tetap saja aku berharap hal ini tidak pernah menjadi kenyataan. Walau hal itu tetap saja memungkinkan ketika aku mendiskusikan tentang ini dengan temanku. 




You May Also Like

0 comments