Sumber: Unsplash |
Sudah musim layang-layang, ya? Aku ingat dulu pernah mendengar seseorang yang membacakan novel berjudul Kite Runner—bercerita dengan latar belakang di Afganistan dan ditulis oleh seorang penulis dari Afganistan juga yang punya profesi lain sebagai dokter. Dalam novelnya, ia berkisah tentang seorang anak yang terlahir dari keluarga kaya dan memiliki seorang pembantu yang sebaya dengannya. Pembantu cilik ini lantas menjadi temannya. Ia sumbing. Ia sering diolok-olok oleh teman-temannya si anak kaya tapi bodohnya, si anak kaya tidak pernah membantunya ketika ia dijahili.
Tapi sekarang aku sedang tidak ingin bercerita panjang lebar tentang Kite Runner karena kalau iya maka cerita ini bukan ceritaku lagi melainkan akan menjadi sebuah review sinopsis novel.
Aku langsung teringat dengan novel itu saat melihat anak-anak bermain layang-layang dan bagaimana mereka senang sekali berebutan mengejar layang-layang yang jatuh.
Saat mereka sedang sibuk menarik senar dan membuat layang-layang mereka menari elok di udara, tak ada sepasang mata pun yang menatap ke arah itu. Mereka semua terpaku menengadah ke langit dan tak menghiraukan kalau sesuatu akan sedang terjadi.
Ukuran senar sangat tipis untuk bisa dilihat di udara terbuka yang jernih ketika ia sedang melintasi jalan yang dipadati oleh anak-anak yang bermain layang-layang. Ia menggendarai sepeda motor dan melaju dengan kecepatan tinggi. Kejadiannya terjadi dalam sekejap. Hal selanjutnya yang terjadi adalah terdengar suara berdesing kencang dan suara motor yang terjatuh. Tak lupa juga bunyi benda jatuh empuk yang mengenai permukaan tanah.
Suara itu adalah suara kepala yang telah terpenggal akibat senar layang-layang.
Tentu saja aku kaget. Oh, siapa yang tidak? Baru saja aku bernostalgia dengan novel Kite Runner dan kejadian nahas tiba-tiba terjadi di depan mataku, tak jauh dari tempatku berada. Dengan tergesa-gesa seseorang kemudian datang menghampiriku dan memapahku sambil berkata, "Oh, untung saja bulumu yang putih dan selembut beludru ini tidak terkena cipratan darah."
Oh, demi segala dewa para kucing.
Comments
Post a Comment