KESAN DAN PENGALAMAN MENGIKUTI TANTANGAN MEMBACA

by - May 12, 2021

Sumber: Spring Reading Challenge

Ketika mengikuti tantangan menulis bulan Januari lalu yang kupublikasikan di Tumblr, aku bersumpah dalam hati gak akan mau ikut tantangan apa pun lagi. Tapi rupanya menjelang bulan puasa, Gramedia mengadakan ajang tantangan membaca selama bulan Ramadan yang dinamai #Ngabuburead--dan aku--setelah mempertimbangkan ini dan itu semalaman, malah berakhir update story Instagram setiap hari guna setor buku bacaan yang dibaca. Lihat, siapa yang baru saja menjilat ludahnya sendiri. 

Mengikuti tantangan semacam ini sebenarnya sangat menyenangkan. Selain itu, mengikuti sebuah tantangan membuat diri kita dipaksa menggunakan usaha terbaik kita. Istilah yang familiar digunakan di kantorku adalah best effort. Sehabis mengikuti tantangan ini, aku gak pernah menyangka aku bisa membaca sebanyak itu dalam jangka waktu 30 hari (selama bulan puasa). Kamu ingin tahu berapa buku yang kubaca? Kalau gak salah hitung, kira-kira 19 buah (bisa jadi 20 jika satu buku gak harus masuk kategori do not finished). Mungkin ini masih belum apa-apa bagi para pecinta buku, tapi bagiku, seorang pemula dalam partisipasi sebuah tantangan membaca, pemula dalam komunitas buku, ini sungguh merupakan suatu pencapaian. 

Aku sudah suka membaca sejak kecil, itu benar. Tapi aku gak pernah menanggapi ini secara serius. Aku membaca ketika senggang. Aku membaca ketika ingin. Topik bacaanku pun masih seputar novel, karya fiksi, dan belum beragam. Aku masih malas jika harus membaca topik berat dan non fiksi. Resolusiku selanjutnya adalah lebih banyak membaca non fiksi, pengembangan diri, ilmu pengetahuan, sejarah, dan autobiografi. Untuk bisa mewujudkan ini menjadi kenyataan, salah satu cara yang ampun bagiku agar bisa disiplin adalah memasang target. 


Di tahun 2021 ini, aku mulai mendalami minat membaca. Agak sedikit aneh sejak aku mendapati minat bacaku yang gak surut setelah satu-dua bulan berlalu. Aku bahkan bisa mengatasi FOMO terhadap tontonan baru dan kemungkinan seru dan asyik di Netflix demi buku yang kubaca. Aku mulai mengikuti akun-akun Instagram berbagai penerbit, pencinta buku, dan baru-baru ini aku memutuskan mengikuti komunitas pecinta buku juga.

Aku akan mengatakannya lagi. Mengikuti tantangan membaca sangat menyenangkan. Aku menikmatinya. Seengaknya ini gak seberat mengikuti tantangan menulis selama 30 hari yang pernah kulakukan di bulan Januari. Tapi gak bisa dipungkiri, dalam mengikuti tantangan membaca ini, aku melakukan trik kotor. Aturan mendasar penilaian tantangan membaca yang kutahu adalah kekonsistenan. Tapi aku baru mengetahui hari ini jika jumlah buku yang dibaca juga berpengaruh dalam aspek penilaian tantangan ini. Ya, kamu gak salah. Tantangan ini bagaikan lomba yang menawarkan sejumlah hadiah untuk pemenang. Ini adalah bonus terselubung yang bisa kudapatkan jika aku memenangi lomba ini. Kalau gak menang, ya, gak papa. Aku gak akan merasakan rugi. Membaca gak pernah merugikan bagiku. 

Ah, aku lupa menceritakan apa trik kotor yang kulakukan. Sebenarnya bukan hal yang serius dan penting-penting amat. Aku hanya memastikan buku yang kubaca merupakan buku yang aku sangat sukai topiknya dan akan bisa diselesaikan dalam waktu singkat. Aku menargetkan satu buku sehari, tapi di minggu keempat, semangat ini memudar diiringi kerjaan yang agak banyak, sehingga aku gak bisa terlalu fokus membaca. Buku-buku ini, sebelum aku teliti memutuskannya untuk dibaca, aku juga harus berkomitmen untuk gak berhenti di tengah jalan begitu saja karena itu sama saja kehilangan satu poin buku yang akan telah dibaca dan membuang waktu. Beberapa hari terbuang hanya untuk buku yang gak selesai dibaca. Kamu paham, kan, maksudku? 

Tapi rupanya penilaianku sempat meleset. Aku senang bisa memungut satu buku ini dari buku-buku lainnya karena judulnya terlihat menyeramkan, tapi aku menghabiskan nyaris tiga hari untuk membaca dan itu baru setengah buku selesai dibaca. Bahkan dibantu metode membaca skimming gak membuatku bisa menamatkan buku itu lebih cepat lagi. Aku menyerah. Aku harus berhenti di tengah jalan. Ini gak bisa diteruskan. Aku akan meneruskannya lagi di luar tantangan. Dalam mengikuti tantangan ini, aku menerapkan batas maksimal tiga hari untuk menyelesaikan satu buku. Hanya aku terapkan untukku dan selama tantangan ini, tentu saja, karena aku harus mengejar target. Kamu mungkin menyangka aku berlebihan, tapi aku gak pernah senewen kalau itu berkaitan dengan keinginan mencapai sesuatu. 

Langkah kotor ini sejujurnya jadi agak menghambat keinginanku untuk membaca berbagai buku. Aku jadi agak bermain dalam zona nyaman. Aku gak berani ambil risiko membaca buku yang kemungkinan besar menyurutkan minatku di tengah-tengah membaca dan gak menuntaskannya. Entah kamu berpikirnya seperti apa. Tapi itulah yang kupikirkan. Walau aku bisa saja berdalih kalau semua yang kubaca dalam tantangan ini sudah pasti memiliki rating oke dan bisa dipertimbangkan untuk dibaca karena mengasyikkan, selera setiap orang berbeda-beda. Buku yang menurutku asyik belum tentu mengasyikkan bagi orang lain. 

Terlepas dari trik kotor ini, sekali lagi aku akan mengatakannya: aku menikmati momen mengikuti tantangan membaca ini. Kurasa karena tantangan ini juga, suatu hari ketika aku mengecek profil Goodreads-ku, aku mendapati informasi singkat yang belum pernah kulihat sebelumnya di profilku. Bertengger di tempat yang strategi, tertulis bahwa aku menduduki #Top 5 Readers in Indonesia. Wah, aku gak pernah menyangka. Yang kulakukan hanya membaca dan membaca (di samping memutuskan buku apa yang harus dibaca terlebih dahulu), aku gak pernah benar-benar menghitung jumlah buku yang telah kubaca sampai akhir bulan April. Bahkan mulanya di awal April, ketika aku membuat target membaca minimal 8 buku dalam sebulan, menamatkan 4 buku saja rasanya susah sekali. Namun rupanya selama April aku melahap 19 buku. Harus kuakui, mengikuti tantangan ini membuatku tergugah. Kapan lagi aku bisa mengejar target baca tahunanku sambil bersenang-senang seperti ini?

Ketika salah seorang temanku menyahut, "Kapan pengumuman pemenang disiarkan?" Aku menanggapinya seperti, "Enggak tahu." Aku gak ingin terlalu berharap. Yang penting aku sudah berusaha. "Mari kita lihat dari sisi pengukuran kemampuan diri seberapa jauh aku bisa melangkah." 

Aku pernah membaca cerita seseorang yang menghabiskan satu buku dalam sehari. Itu salah satu rutinitasnya. Aku gak bisa. Pernah mencoba dan gak pernah mau berlama-lama menjalankan metode kehidupan seperti itu. Rasanya no life. Aku harus membatasi aktivitasku bercengkrama dengan orang lain hanya agar target satu buku sehariku tercapai. Gak bisa. Ada kerjaan sehari-hari, beberes rumah, dan urusan lain-lainnya. Aku masih tetap penasaran bagaimana seseorang bisa menyelesaikan satu buku sehari kalau itu bukan buku tipis. Bahkan menerapkan metode skimming menurutku ada batasnya. Gak bisa dilakukan terus-terusan, karena apalah arti menyesap setiap rangkaian kata yang telah diuntai susah payah dengan indah jika harus terburu-buru?

Jika harus mengikuti tantangan semacam ini lagi, mungkin lain kali aku akan mempertimbangkannya masak-masak sebelum bersumpah serapah gak akan mengikuti tantangan apa pun hanya karena mengikuti suatu tantangan agak sedikit menyiksa. Kita harus bisa mencari posisi enaknya baru bisa menikmati. 

Salam literasi.

You May Also Like

0 comments